Kotawaringin Barat, IMN.co.id – Praktik monopoli pelayanan kesehatan yang diduga dilakukan manajemen Rumah Sakit Harapan Insani (RSHI) yang tepatnya beralamat di Jalan Iskandar Nomor 88, Kelurahan Madurejo, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, mengancam kuliatas institusi kesehatan di Pangkalan Bun –khususnya.
RS swasta tipe D ini awalnya berupa klinik, yang berdiri pada 1 Januari 2017 dan resmi menjadi berstatus RS pada 15 September 2020 di bawah PT Borneo Harapan Insani.
Telah berkiprah sekitar lima tahun, RSHI dilaporkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta. Manajemen RS disinyalir melakukan praktik monopsoni dalam pelayanan kesehatan.
Dalam hal ini sebagai terlapor adalah dr. Ulianto, Sp.OG., M.H., MARS. selaku direktur PT Borneo Harapan Insani.
Praktik monopsoni adalah kondisi hanya ada satu pembeli (monopsonis) atas suatu barang atau jasa, sementara penjualnya banyak. Dalam kondisi ini, pembeli mengendalikan harga dan kondisi pasar.
BACA JUGA: Viral! Pria Mengaku Polisi Beraksi Hadang Mobil di Grand Indonesia, Minta Surat-surat
Pelapor ke KPPU adalah Raul Thinus Siregar selaku Direktur PT Citra Tri Husada, yang beralamat resmi di Jalan Mawar IV, Larangan Indah, Larangan Cileduk, Tangerang, Banten.
“Pihak Rumah Sakit Harapan Insani diduga menjalankan praktik monopsoni dalam pasar layanan kesehatan di wilayah Pangkalan Bun, yang berpotensi melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sehingga dapat merugikan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan yang prima,” ungkap Raul kepada INDEPENDENMEDIA.ID (member of IMN Group), Sabtu (16/8/2025).
Raul, sebagaimana laporannya ke KPPU, mengemukakan di Pangkalan Bun terdapat dua rumah sakit swasta saat ini. Selain RSHI terdapat RS Citra Tri Husada atau RSCH yang baenaung di bawah PT Citra Tri Husada.
Menurut Raul, dugaan penguasaan pasar RSHI didasari penguasaan aset RSCH melalui proses lelang yang cacat hukum.
“PT Borneo Harapan lnsani dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., kami duga melakukan kesalahan dalam proses lelang,” tegasnya.
Raul merinci PT Borneo Harapan Insani mendapatkan kredit investasi dari BRI untuk melunasi kewajiban lelang. Sementara aset yang digunakan sebagai jaminan adalah milik RSCH.
“Hal tersebut jelas menyalahi peraturan perbankan. Ini kami ketahui dari dokumen bukti persidangan di Pengadilan Negeri,” ulas Raul lagi.
Sementara itu, lanjut Raul, BRI terkesan memberikan banyak kemudahan kepada PT Borneo Harapan lnsani untuk menguasai aset RSCH dalam proses lelang.
“Tindakan PT Borneo Harapan Insani ini menciptakan dominasi oleh satu pihak atas pasar layanan kesehatan swasta di Pangkalan Bun, yang berisiko menghilangkan persaingan usaha yang sehat,” tegas Direktur PT Citra Tri Husada.
DAMPAK MONOPSONI OLEH RSHI
Raul merinci tindakan pihak RS Harapan Insani bersama BRI memicu dampak negatif bagi masyarakat Pangkalan Bun dan pelaku usaha layanan kesehatan lainnya.
“Hilangnya persaingan usaha akan menyebabkan monopsoni karena akhirnya hanya ada satu pelaku usaha yang menguasai pasar layanan kesehatan alias monopoli,” kata Raul.
Ditambahkan, kondisi itu memicu kenaikan biaya layanan kesehatan. Harga jasa layanan medis dapat meningkat secara sepihak karena tidak adanya kompetisi.
Terjadi pula penurunan kualitas pelayanan sebab tidak ada persaingan yang diperlukan untuk mempertahankan atau meningkatkan mutu layanan.
BACA JUGA: Drama Hukum Jessica Kumala Wongso Memanas, MA Kembali Tolak PK dalam Kasus Kopi Sianida
DASAR PELAPORAN KE KPPU
Raul mengungkapkan dasar pihaknya melaporkan pemilik RSHI, yakni berdasar Pasal 17 UU No. 5 Tahun 1999, yang mengatur sebagai berikut.
1. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sanna; atau
c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Dalam hal ini, tindakan pelaku usaha Iain yang menguasai pasar layanan kesehatan di Pangkalan Bun berpotensi melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
HARAPAN KEPADA KPPU
Kepada KPPU, pihak PT Citra Tri Husada berharap melakukan investigasi terhadap dugaan monopsoni dalam pasar layanan kesehatan di Pangkalan Bun.
Juga, KPPU memastikan agar proses persaingan usaha di sektor layanan kesehatan tetap berjalan secara sehat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Diharapkan pula KPPU memberikan perlindungan hukum kepada PT Citra Tri Husada sebagai pelaku usaha yang menjalankan fungsi pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
“Kami siap memberikan data dan informasi tambahan yang diperlukan untuk mendukung proses investigasi KPPU,” tandas Direktur PT Citra Tri Husada Raul Thinus Siregar.
INDEPENDENMEDIA.ID telah berupaya menghubungi pihak RS Harapan Insani untuk mewawancarai dr. Ulianto, Sp.OG., M.H., MARS. selaku direktur PT Borneo Harapan Insani, melalui hotline informasi RSHI.
Namun petugas RSHI tidak memberi respons positif setelah disampaikan keperluan wawancara seputar pelaporan Ulianto kepada KPPU. []